Gangguan Makan
01:19
Defenisi
Gangguan Makan
Gangguan
makan ditandai dengan “ekstrem”. Gangguan makan terjadi ketika seseorang
mengalami gangguan parah dalam perilaku makan, seperti mengurangi porsi makan
secara berlebihan atau makan terlalu banyak, atau perasaan menderita atau
kekhawatiran yang berlebihan tentang berat atau bentuk tubuh. Seseorang dengan
gangguan makan dapat berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau
lebih banyak dari pada biasanya, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk
makan lebih sedikit atau lebih banyak tersebut terus- menerus di luar kendali (American
Psychiatric Association, 2005).
Nevid
(2005) mendefenisikan gangguan makan sebagai gangguan psikologis yang memiliki
karakteristik terganggunya pola makan dan cara untuk mengontrol berat badan.
Menurut
National Institute of Mental Health, gangguan makan adalah suatu
penyakit yang menyebabkan gangguan serius terhadap diet sehari- hari, seperti
makan dalam porsi yang sangat sedikit atau malah sebaliknya, makan dalam porsi
yang sangat besar. Seseorang dengan gangguan makan akan makan dengan porsi
makan yang lebih banyak atau lebih sedikit, tapi pada titik tertentu dorongan
untuk makan dalam porsi yang sedikit atau besar tersebut benar- benar diluar
kendali. mereka juga memiliki kekhawatiran yang berlebihan tentang berat badan
dan bentuk tubuhnya.
Tipe
Gangguan Makan
Ada
dua tipe utama gangguan makan, yaitu anoreksia nervosa dan bulimia nervosa,
sedangkan kategori ketiga adalah gangguan makan lain yang tidak ditetapkan/ EDNOS
(eating disorder not otherwise specified) yang didalamnya terdapat
beberapa variasi gangguan makan. Karakteristik EDNOS agak mirip dengan
anoreksia ataupun bulimia, tapi tetap terdapat beberapa hal yang berbeda. Binge
eating disorder adalah salah satu gangguan makan yang termasuk tipe EDNOS.
Anoreksia
Nervosa
Annoreksia
(Anorexia) berasal dari bahasa Yunani an- yang artinya “tanpa”
dan orexis, artinya “hasrat untuk”. Anoreksia memiliki arti “tidak
memiliki hasrat untuk (makan)”.
Anoreksia
nervosa melibatkan setidaknya kehilangan 15 %
dari berat badan melalui purguing (memuntahkan) dan/ atau
pembatasan secara sukarela dan juga sebagai kegiatan aktif untuk mencapai
kurus. (Wenar & Kireg)
Menurut
Santrock (2002) anoeksia nervosa adalah suatu gangguan makan yang melibatkan
upaya yang keras untuk kurus dengan cara melaparkan diri. Sedangkan menurut
Nevid (2005) anoreksia nervosa adalah suatu gangguan makan yang ditandai oleh
adanya usaha untuk mempertahankan berat badan di bawah standar normal, citra
tubuh yang terdistorsi, ketakutan yang mendalam akan bertambahnya berat badan,
dan pada wanita mengalami amenorrhea.
Sedangkan
kriteria diagnostik anoreksia nervosa menurut Diagnostic and Statistical
Manual fourth edition, Text Revision (DSM-IV-TR):
- Penolakan untuk mempertahankan berat badan atau minimal berat badan normal untuk usia dan tingginya, misal penurunan berat badan mengarah pada mempertahankan berat badan kurang dari 85% dari yang diharapkan atau kegagalan untuk mendapatkan berat badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan, menyebabkan berat badan kurang dari 85% dari yang diharapkan.
- Ketakutan yang kuat terhadap kenaikan berat badan atau menjadi gemuk, meskipun ia kekurangan berat badan (underweight).
- Ketergangguan pada berat atau bentuk tubuh, pengaruh yang tidak semestinya dari berat atau bentuk tubuh, atau menolak berat badan yang sekarang.
- Pada perempuan yang telah haid, tidak terjadinya minimal 3 kali berturut- turut siklus menstruasi.
Dua
tipe anoreksia nervosa:
- Restricting type (tipe membatasi): selama episode anoreksia nervosa, orang tersebut tidak teratur terlibat dalam pesta makan (binge-eating) atau perilaku membersihkan (yaitu memaksa diri sendiri untuk muntah atau penyalahgunaan obat pencahar).
- Binge-eating/ Purging type (pesta makan/ tipe membersihkan): selama episode anoreksia nervosa, orang tersebut secara rutin terlibat dalam pesta makan (binge-eating) dan perilaku membersihkan ( memaksa diri sendiri untuk muntah atau dengan penggunaan obat pencahar).
Bulimia
Nervosa
Bulimia
berasal dari bahasa Yunani bous, yang artinya “sapi” atau “kerbau” dan limos
yang artinya “rasa lapar”. Gambaran yang terinspirasi dari istilah tersebut
adalah makan yang terus- menerus, seperti sapi yang memamah biak.
Bulimia
nervosa adalah gangguan makan yang memiliki karakteristik episode yang berulang
untuk menelan makanan dalam jumlah besar, diikuti dengan penggunaan cara- cara
yang tidak tepat untuk mencegah pertambahan berat badan. Hal ini bisa
melibatkan mengeluarkan makanan dengan memaksa diri untuk memuntahkannya;
menggunakan obat pencahar, diuretics atau enemas; berpuasa atau menjalankan
latihan fisik yang berlebihan (Nevid,
2005).
Menurut Santrock (2002) bulimia ialah suatu gangguan makan yang melibatkan makan dan minum belebihan yang dilanjutkan dengan penggunaan obat pencahar/ pencuci perut secara teratur. Penderita bulimia memakan sejumlah besar makanan dan kemudian mengosongkan perut dengan cara memuntahkannya setelah dipancing atau menggunakan obat pencahar. Disaat lain mereka mengganti pola makan berlebihan dengan puasa. jika penderita anoreksia dapat mengendalikan perilaku makan mereka, penderita bulimia tidak.
Karakteristik Diagnostik Bulimia Nervosa menurut DSM-IV(APA 2000)
- Episode berulang dari makan berlebihan seperti yang ditunjukkan oleh kedua hal berikut ini:
- Memakan makanan dalam jumlah yang sangat luar biasa banyaknya selama peiode 2 jam, dan
- Merasa kehilangan kontrol terhadap pemasukan makanan pada saat episode tersebut.
- Perilaku kompensasi yang tidak sesuai yang sering terjasi untuk menjaga agar beat badan tidak bertambah seperti membangkitakn rasa ingin muntah, penyalahgunaan obat pencahar, diuretic, atau enema, dengan berpuasa atau latihan berlebihan.
v Rata- rata minimal dalam seminggu terjadi dua episode makan
belebihan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai untuk menghindari
bertambahnya berat badan, dan hal ini terjadi minimal selama 3 bulan.
v Perhatian berlebihan yang terus- menerus pada bentuk dan berat
badan.
Dua
tipe bulimia nervosa:
Purging
type: selama episode bulimia nervosa,
orang tersebut secara teratur terlibat dalam memaksakan diri untuk muntah atau
menggunakan obat pencahar, diuretik, atau enema.
Nonpurging
type: selama episode bulimia nervosa,
orang tersebut menggunakan perilaku kompensasi yang tidak tepat lainnya namun
tidak teratur dalam memaksakan diri untuk muntah atau menyalahgunakan obat
pencahar, diuretik, atau enema. (Diagnostic and Statistical Manual fourth
edition, Text Revision (DSM-IV-TR))
Model kognitif dari bulimia nevosa
Sumber:
Fairbun, C.G (1997). Eating disorder.
Science
and Practice of cognitive behaviour therapy. (dalam
Nevid, 2005)
Eating
Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS)
Diagnosis
ini meliputi gangguan makan yang tidak memenuhi kriteria diagnose dua gangguan
makan di atas, contoh:
1.
Bagi
wanita, semua kriteria anoreksia nervosa terpenuhi kecuali satu, ia memiliki
siklus menstruasi yang teratur.
2.
Semua
kriteria anoreksia nervosa terpenuhi kecuali, meskipun ada penurunan berat
badan yang signifikan, tapi berat badannya masih berada pada kisaran normal.
3.
Semua
kriteria bulimia nervosa terpenuhi kecuali pesta makan (binge-eating)
dan mekanisme kompensasi yang tidak tepat tersebut terjadi kurang dari dua kali
seminggu atau kurang dari tiga bulan.
4.
Individu
memiliki berat badan normal dan secara teratur mempraktekkan perilaku
kompensasi setelah makan makanan dalam porsi kecil (misal: muntah setelah makan
dua kue).
5.
Individu
terlibat berulangkali mengunyah dan meludahkan keluar, tapi tidak menelan
makanan dalam jumlah besar.
6.
Binge-eating
disorder: episode berulang dari pesta makan
tapi tidak terdapat perilaku kompensasi yang tidak tepat.
Etiologi
Gangguan Makan
Berikut
adalah beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi munculnya gangguan
makan yang didapatkan dari penelitian- penelitan mengenai gangguan makan:
1.
Self-esteem
Gangguan makan berhubungan dengan rendahnya self-esteem pada
diri individu tersebut, seperti yang dibuktikan oleh beberapa penelitian yang
diantaranya dilakukan oleh Bas dkk (2005) pada populasi remaja vegetarian Turki
yang menunjukkan bahwa perilaku makan yang abnormal berhubungan dengan
rendahnya self-esteem dan tingginya tingkatnya kecemasan.
2.
Insecure
attachment
Dalam penelitannya yang berjudul “Brief report: Direct and
indirect relations of risk factors with eating behavior problems in late
adolescent”, Mayer dkk (2009) menemukan bahwa tingginya tingkat masalah
perilaku makan berhubungan dengan tingginya tingkat insecure attachment, kecemasan
sosial, depresi, dan rendahnya self-esteem.
3.
Stress
Studi yang dilakukan oleh Hud, dkk (dalam Sanlier & Ogetir,
2008) pada sampel pelajar menunjukkan bahwa pelajar yang stress memiliki kecenderungan terhadap eating
behavior yang buruk dibanding dengan pelajar yang tidak stress.
Penelitian- penelitian lainnya juga membuktikan bahwa adanya
korelasi antara tingkat stress yang tinggi, harga diri yang rendah, dan
perilaku makan yang tidak sehat. (Oliver, 2000; Zucker, 2000, dalam Sanlier
& Ogetir, 2008)
4.
Depression
5.
Social
anxiety
6.
Dieting
status
Menurut Davidson (2010), genetik, peran otak, tekanan
sosiokultural untuk menjadi langsing, kepribadian, peran keluarga, dan peran
stress lingkungan adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kecenderungan gangguan makan pada individu.
1.
Faktor Biologis
Genetik. Anoreksia
nervosa dan bulimia nervosa dapat terjadi dalam satu keluarga. Kerabat tingkat
pertama dari perempuan muda yang menderita
anoreksia nervosa memiliki kemungkinan sepuluh kali lebih besar dibanding rata-
rata untuk menderita gangguan tersebut (Strober dkk, 2000). Untuk bulimia nervosa, kerabat tingkat
pertama dai perempuan yang menderita
bulimia nervosa memiliki kemungkinan sekitar empat kali lebih besar dibanding
rata- rata untuk menderita gangguan tersebut (Kasset dkk, 1987; Strober dkk,
2000).
Studi terhadap orang kembar terkait gangguan makan juga menunjukkan
pengaruh genetic. Studi mengenai anoreksia dan bulimia menunjukkan tingkat
kesesuaian yang lebih tinggi pada kembar monozigotik dibanding kembar dizigotik
(Fichter & Naegel, 1990; Hollang dkk, 2000).
2.
Pengaruh Sosiokultural
Standar cantik dan ideal yang ditetapkan oleh masyarakat adalah
tubuh langsing.
Perempuan lebih besar kemungkinannya untuk menjalani diet dibanding
laki- laki. Pengaturan makan untuk mennurunkan berat badan sangat umum di
kalangan perempuan kulit putih dengan stats sosioekonomi atas yang juga
merupakan kalangan dengan jumlah penderita anoreksia nervosa tertinggi. Onset
gangguan makan biasanya diawali dengan
diet dan kekhawatiran lain tentang berat badan, memperkuat pemikiran bahwa
standar sosial yang menekankan pentingnya bertubuh kurus berperan dalam perkembangan
gangguan ini (Killen dkk, 1994; Stice 2001).
3.
Gender
Gangguan makan lebih umum terjadi para perempuan dibanding laki-
laki. Salah satu alasan utama atas prevalensi gangguan makan yang lebih besar
pada kaum perempuan kemungkinan adalah
fakta bahwa standar budaya masyarakat barat
menguatkan keinginan untuk menjadi kurus pada perempuan dibanding laki- laki. Sedangkan
di Indonesia sendiri terjadi hal yang sama karena adanya imitasi budaya.
4.
Penyiksaan Anak dan Gangguan Makan
Beberapa studi mengindikasikan bahwa pelecehan seksual di masa
kanak- kanak lebih tinggi terjadi pada penderita gangguan makan, terutama
bulimia nervosa. (Deep dkk, 1999; Webster& Palmer, 2000). Namun peran
pelecehan seksual di masa kanak- kanak dalam etiologi gangguan makan tetap
tidak pasti. Terlebih, angka pelecehan seksual di masa kanak- kanak yang tinggi
juga ditemukan diantara orang- orang dalam berbagai kategori diagnostic,
sehingga jika hal itu beerperan mungkin tidak sangat spesifik bagi gangguan
makan (airburn dkk, 1999; Romans dkk, 2001).
Pandangan
Psikodinamika mengenai Gangguan Makan
Penyebab
utama gangguan makan terdapat dalam hubungan orang tua- anak yang terganggu
serta beberapa karakteristik kepribadian penting seperti harga diri yang rendah
dan perfeksionisme ditemukan pada individu yang memiliki gangguan makan
(Davidson, 2010). Hilde Bruch (1980)
menyatakan bahwa anoreksia nervosa merupakan upaya yang dilakukan anak-
anak yang dibesarkan dengan cara yang membuat mereka merasa tidak efektif untuk
memperoleh kompetensi dan penghargaan dan untuk menghilangkan perasaan tidak
berguna, tidak efektif, dan tidak berdaya.
Teori
psikodinamika lain dijelaskan oleh Goodsitt(1997) menyatakan bahwa bulimia nervosa pada
perempuan berakar dari kegagalan untuk mengembangkan kesadaran diri yang adekuat
karena hubungan ibu-anak yang dipenuhi konflik. Makanan menjadi simbol
kegagalan tersebut. Makan berlebihan dan
pengurasan yang dilakukan si anak mencerminkan konflik antara kebutuhan akan
ibu dan keinginan untuk menolak ibu.
Pandangan
Kognitif-Perilaku
Anoreksia
nervosa. Rasa takut terhadap kegemukan dan
gangguan citra tubuh dihipotesisikan sebagai faktor- faktor yang memotivasi
yang menjadikan kondisi melaparkan diri sendiri dan penurunan berat badan
sebagai penguat yang penuh daya. Perilaku untuk mencapai atau mempertahankan
tubuh kurus diperkuat secara negative dengan berkurangnya kecemasan akan
menjadi gemuk. Terlebih lagi, diet dan penurunan berat badan dapat diperkuat
secara positif dengan perasaan memiliki, menguasai, atau kontrol diri yang
ditimbulkannya (Fairburn, Shatran, & Cooper, 1999; Garner, Vitousek, &
Pike, 1997 dalam Davidson, 2010).
Faktor
penting lainnya yang menghasilkan dorongan kuat untuk langsing dan citra tubuh
yang terganggu adalah kritik dari teman- teman sebaya dan orang tua tentang
kelebihan berat badan yang dialami (Paxton dkk, 1991; Thompson dkk, 1995 dalam
Davidson, 2010).
Bulimia
nervosa. Para penderita bulimia nervosa juga dianggap
memiliki kekhawatiran berlebihan dengan penambahan berat badan dan penampilan
tubuh. Mereka juga memiliki harga diri yang rendah, dan karena berat badan dan
bentuk tubuh cukup lebih mudah dikendalikan dibanding aspek diri yang lain,
mereka cenderung memfokuskan pada berat badan dan bentuk tubuh. Mereka mencoba
mengikuti pola makan terbatas yang sangat kaku, dengan aturan ketat mengenai
jumlah asupan makanan, jenis makanan yang dimakan, dan kapan harus makan.
Aturan ketat tersebut pada akhirnya dilanggar, dan pelanggaran tersebut
meningkat menjadi makan berlebihan. Setelah makan berlebihan timbul perasaan
jijik dan rasa takut menjadi gemuk, sehingga memicu tindakan kompensatori
seperti muntah (Fairburn, 1997). Meskipun pengurasan untuk sementara mengurangi
kecemasan karena telah makan berlebihan, siklus ini semakin merendahkan harga
diri orang yang bersangkutan, yang memicu makan berlebihan dan pengurasan yang
semakin sering.
Skema teori kognitif- perilaku tentang bulimia nervosa
Komplikasi
Medis Gangguan Makan
Anoreksia
nervosa. Anoreksia nervosa dapat
mengakibatkan komplikasi medis yang serius yang dalam kasus ekstrem dapat
beakibat fatal. Berkurangnya berat tubuh sebesar 35% dapat menimbulkan anemia.
Wanita yang menderita anoreksia biasanya juga memiliki masalah kulit kering, kulit
pecah, dan rambut lepek. Komplikasi kardiovaskular yang melibatkan gangguan
hati, hipotensi (tekanan darah rendah), dan dihubungkan dengan pusing saat
berdiri, terkadang menyebabkan pingsan. Menurunnya proses pencernaan makanan
dapat menyebabkan masalah gastrointestinal seperti konstipasi, sakit pada
perut, dan obstruksi atau kelumpuhan dari bowel atau intestines. Siklus
menstruasi yang tidak teatur juga sering terjadi, dan amenorrhea (tidak
mengalami menstruasi) adalah bagian dari defenisi klinis pada wanita penderita
anoreksia. Otot yang melemah dan pertumbuhan yang tidak normal pada tulang
dapat muncul, menyebabkan tinggi tubuh berkurang dan osteoporosis. (Nevid,
2005)
angka
kematian dari anoreksia diperkirakan antara 5% sampai 8% selama periode 10 tahun,
dengan kebanyakan kematian disebabkan oleh bunuh diri atau komplikasi medis yang
dihubungkan dengan berat badan yang parah (Goleman, 1995 dalam Nevid, 2005).
Buliamia
nervosa. Komplikasi medis yang biasanya
terjadi pada individu dengan bulimia nervosa kebanyakan disebabkan karena
muntah yang ters- menerus. Dampak yang terjadi adalah iritasi pada kulit
sekitar mulut disebabkan karena seringnya kontak dengan asam lambuung,
terhambatnya air liur, peluruhan enamel gigi, dan karang gigi. Asam yang timbul
dari muntah dapat merusak reseptor rasa
pada lidah, membuat orang menjadi kurang sensitive terhadap rasa dari
makanan yang dimuntahkan (Rodin dkk, 1990 dalam Nevid, 2005). Siklus makan
banyak dan memuntahkannya dapat menyebabkan sakit pada perut, hiatal hernia,
dan keluhan perut lainnya. Tekanan pada pancreas dapat menghasilkan
pancreatitis (rasa panas) yang merupakan situasi darurat medis. Gangguan fungsi menstruasi juga
ditemukan pada 50% wanita bulimia yang memiliki berat badan nrmal (Weltzin dkk,
1994 dalam Nevid 2005). Penggunaan obat pencahar yang berlebihan dapat
menyebabkan diare berdarah dan ketegantungan pada obat pencahar, sehingga
individu tidak terdapat melakukan fungsi pencernaan yang normal tanpa bantuan
obat pencahar. Pada kasus- kasus ekstrem, organ- organ pencernaan akan
kehilangan respon refleksnya untuk menekan zat- zat sisa. Muntah yang berulang
atau penyalahgunaan obat pencahar dapat menyebabkan kekurangan potasium,
membuat otot- otot melemah, fungsi jantung tidak normal, atau bahkan kematian
mendadak terutama ketika diuretic juga digunakan.
Penanganan
Gangguan Makan
Menurut
Davison (2010) penanganan gangguan makan yang dapat dilakukan diantaranya
adalah:
1.
Penanganan
Biologis
Gangguan makan bulimia nervosa yang sering sekali komorbid dengan
depresi, maka untuk penanganan biologisnya gangguan ini sering ditangani dengan
memberikan berbagai macam antidepresan. Obat antidepresan dipercaya efektif
untuk menurunkan keinginan makan berlebihan dengan menormalkan serotonin, yaitu
unsur kimia pada otak yang terlibat dalam pengaturan nafsu makan (Nevid, 2005).
Meskipun begitu, pemberian antidepresan pada penderita bulimia juga memiliki
kelemahan, yaitu sebagian besar penderita bulimia kambuh ketika pemberian
berbagai jenis obat antidepresan dihentikan (Mitchell & de Zwaan, 1993;
Wilson & Pike, 2001, dalam Davison 2010). Sementara itu, Fairburn, Agras,
& Wilson, 1992 (dalam Davison 2010) melaporkan bahwa jauh lebih banyak
pasien yang tidak tuntas menjalani penanganan dengan obat- obatan dibanding
dengan yang tidak tuntas menjalani jenis penanganan kognitif- perilaku.
Obat- obatan juga dibeikan pada pasien anoreksia nervosa, tapi hal
ini tidak terlalu berhasil. Hanya terdapat sangat sedikit kebehasilan dengan
obat- obatan untuk meningkatkan berat badan secara signifikan, juga tidak
mengubah gejala- gejala utama anoreksia, atau membeikan manfaat tambahan yang
signifikan dalam program standar penanganan pasien awat inap ( Attia dkk.,
1998; Johnson Tsoh& Varnado, 1996, dalam Davison 2010).
2.
Penanganan
Psikologi
Penanganan psikologis untuk gangguan makan diberikan melalui
bebagai jenis terapi. Pada kasus anoreksia nervosa, terapi secara umum diyakini
sebagai suatu proses yang memiliki dua tahap. Tujuan jangka pendeknya adalah
membantu pasien menambah berat badan untuk mencegah komplikasi dan kemungkinan
kematian. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah mempertahankan pertambahan
berat badan dalam jangka panjang. Dan untuk tujuan jangka panjang ini belum
dapat dicapai secara reliabel melalui berbagai intervensi medis, perilaku, atau
psikodinamika tradisional (Wilson 1995 dalam Davison 2010). Sedangkan untuk tujuan jangka pendek, menurut
Hsu, 1991 (dalam Davison 2010) program terapi perilaku operant conditioning cukup
berhasil menambah berat
Sementara itu, penanganan psikologi untuk bulimia nervosa dapat
dilakukan dengan terapi kognititf behavioral. Terapi ini berguna dalam membantu
penderita bulimia untuk mengatasi pikiran dan keyakinan yang self-defeating,
seperti pemikiran yang tidak realistis dan perfeksionis mengenai diet dan
berat badan (Nevid, 2005). Bentuk psikoterapi lain, terapi interpersonal juga
telah terbukti efekti dalam menangani bulimia. Terapi interpersonal menekankan
pada penyelesaian masalah interpersonal dengan keyakinan bahwa fungsi
interpersonal yang semakin efektif menghasilkan kebiasaan dan sikap makan yang
lebih sehat. Walaupun terapi interpersonal tidak memberikan hasil sebaik terapi
kognitif behavioral (Agras dkk, 2000 dalam Nevid 2005), terapi ini dapat
digunakan sebagai penanganan alternative dalam kasus dimana terapi kognitif
behavioral terbukti tidak behasil (Wilson & Fairburn, 1998 dalam Nevid
2005).
0 comments
Hallo.. a warm greetings from me ^O^
Kindly write your thoughts in the comment box. I’ll read every comments I get from you.
Do not forget to click button ‘Notify Me’ to get notification when I replied your comments.
Let’s spread love and positivity ♡♡♡
Regard, Ika :)