Agama dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Mental
09:03
I. PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL
Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama”
bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada
dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan
batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi
(penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental
merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan
emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras
dengan keadaan orang lain.
Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat
adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya
sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan
untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental
sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi
positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung
jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.
Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan
dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan
sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya.
Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala
penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan
fungsi jiwa dalam dirinya.
Dalam gangguan mental yang tidak sehat maka diperlukannya
suatu pembinaan mental secara keseluruhan. Pembinaan mental merupakan salah
satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki pribadi yang bermoral,
berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seseorang dapat terhindar
dari sifat tercela sebagai langkah penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan
remaja.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya
terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Agar anak mempunyai kepribadian yang
kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, semuanya dapat
diusahakan melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya
dan akan ikut menentukan pembinaan pribadinya. Pembinaan mental/jiwa merupakan
tumpuan perhatian pertama dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang
berakhlak mulia, Islam telah mengajarkan bahwa pembinaan jiwa harus lebih
diutamakan daripada pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain,
karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang
pada gilirannya akan menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan
manusia lahir dan batin . Istilah "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari
konsep mental hygiene.
Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama
dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi
istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang
dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo
& Latipun,2001:21).
Zakiah Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental
dengan beberapa pengertian :
1.Kesehatan
mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari
gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini banyak dianut di kalangan
psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang manusia dari sudut sehat atau
sakitnya.
2.Kesehatan
mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan
orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat ia hidup. Definisi ini
tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada definisi yang pertama, karena
dihubungkan dengan kehidupan social secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan
diri diharapkan akan menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
3.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara
fungsi
fungsi
jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa
terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
Definisi ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan,
sikap, pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga
menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu dan
bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
4.Kesehatan
mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga
membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan
dan penyakit jiwa.
5.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara
fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan
dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan
untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Dalam buku lainnya yang
berjudul Islam dan Kesehatan Mental, Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan
mental adalah terhindar seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan
diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa,
adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa
dirinya berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada
padanya seoptimal mungkin.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor
(Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu
menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan
lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang
memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari
tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen
Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda
karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga
intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga
berbeda.
Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah
kesehatan mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan
sehari-hari, kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang
tersebut dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai
ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik
kesehatan spiritual, emosi maupun kecerdasan intelektual.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan karena pada dasarnya hidup
adalah proses penyesuaian diri terhadap seluruh aspek kehidupan, orang yang
tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan gagal dalam menjalani
kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup bersama, bermasyarakat, saling
membutuhkan satu sama lain dan selalu berinteraksi, hal ini sesuai dengan konsep
sosiologi modern yaitu manusia sebagai makhluk Zoon Politicon .
Karakteristik
mental yang Sehat
1. Terhindar dari Gangguan Jiwa
Zakiyah Daradjat (1975) mengemukakan
perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), yaitu:
- Neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, sebaliknya yang kena psikose tidak.
- Neurose kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan pada umumnya. sedangkan yang kena psikose kepribadiaannya dari segala segi (tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan-dorongan) sangat terganggu, tidak ada integritas, dan ia hidup jauh dari alam kenyataan.
ASPEK
PRIBADI
|
KARAKTERISTIK
|
Fisik
|
Perkembangannya
normal.
Berfungsi
untuk melakukan tugas-tugasnya.
Sehat,
tidak sakit-sakitan.
|
Psikis
|
Respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
Memiliki Insight dan rasa humor.
Memiliki respons emosional yang wajar.
Mampu berpikir realistik dan objektif.
Terhindar dari gangguan-gangguan psikologis.
Bersifat kreatif dan inovatif.
Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif.
Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat
dan bertindak.
|
Sosial
|
Memiliki
perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang lain, serta
senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan
pertolongan (sikap alturis).
Mampu
berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan
persahabatan.
Bersifat
toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan,
politik, agama, suku, ras, atau warna kulit.
|
Moral-Religius
|
Beriman
kepada Allah, dan taat mengamalkan ajaran-Nya.
Jujur,
amanah (bertanggung jawab), dan ikhlas dalam beramal.
|
- Perasaan tidak nyaman (inadequacy)
- Perasaan tidak aman (insecurity)
- Kurang memiliki rasa percaya diri (self-confidence)
- Kurang memahami diri (self-understanding)
- Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan sosial
- Ketidakmatangan emosi
- Kepribadiannya terganggu
- Mengalami patologi dalam struktur sistem syaraf (thorpe, dalam schneiders, 1964;61).
2. Dapat menyesuaikan diri
Penyesuaian diri
(self adjustment) merupakan proses untuk memperoleh/ memenuhi kebutuhan (needs
satisfaction), dan mengatasi stres, konflik, frustasi, serta
masalah-masalah tertentu dengan cara-cara tertentu. Seseorang dapat dikatakan
memiliki penyesuaian diri yang normal apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan
lingkungannya, serta sesuai denagn norma agama.
3. Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Individu yang sehat mentalnya
adalah yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya, dalam
kegiatan-kegiatan yang positif dan konstruktif bagi pengembangan kualitas
dirinya. pemanfaatan itu seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah,
sekolah atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan
hobi, dan berolahraga.
4. Tercapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Orang yang sehat
mentalnya menampilkan perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam
memenuhi kebutuhannya, memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau
orang lain. dia mempunyai prinsip bahwa tidak mengorbankan hak orang lain demi
kepentingan dirnya sendiri di atas kerugian orang lain. Segala aktivitasnya di
tujukan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Karakteristik pribadi yang sehat mentalnya juga dijelaskan
pada tabel sebagai berikut (Syamsu Yusuf LN ; 1987).
Uraian diatas,
menunjukan ciri-ciri mental yang sehat, sedangkan yang tidak sehat cirinya
sebagai berikut :
II.
AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP
KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental (mental begin) adalah ilmu yang meliputi system tentang
prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi
kesehatan rohani (m.buchori, 1982:13). Orang yang sehta mentalnya ialah oran
yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tentram
(M.Buchori, 1982:5).
Sejumlah kasus yang
menunjukan adanya hubungan antara faktor
keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental
tampaknya sudah disadari para ilmuwan beberapa abad yang lalu. Misalnya
pernyataan CArel Gustav Jung “di antara pasien saya yang setengah baya, tidak
seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilator belakangi oleh aspek agama”.
(K.H.S.S. Djam’an, 1975:17)
Kenyataan serupa itu juga akan
dijumpai dalam banyak buku yang mengungkapkan akan betapa eratnya hubungan
antara agama dan kesehatan mental. Di Indonesia sendiri ada dua buku yang
diterbitkan dengan judul Peranan Agama
dan Kesehatan Mental oleh Prof. dr. Zakiah daradjat dan agama dan Kesehatan mental/Jiwa disusun oleh Prof.
dr. Aulia, telah mebahas secara luas mengenai sejumlah kasus yang menunjukan
adanya hubungan antara kesehatan jiwa dan agama.
Hubungan
antara kejiwaan dan agama dalam
kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak
pada sikap penyerahan diri seorang
terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah serupa itu akan memberikan sikap optimis pada
seseorang sehingga akan muncul perasaan positip seperti bahagia, rasa senang,
puas, merasa sukses, merasa dicintai atau rasa aman.
Agaknya cukup logis
kalau setiap ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan ajarannya
secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut
berpengaruh dalam menanamkan keluruhan budi yang pada puncaknya akan
menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah
setidak-tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna. Dan
manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani secara tak
terpisahkan memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan keduanya.
Salah satu cabang
ilmu jiwa, yang tergolong dalam psikologi Humanistika dikenal logoterapi (logos
berarti makna dan juga rohani). Logoterapi dilandasi falsafah hidup dan wawasan
mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi sosial pada kehidupan manusia.
Kemudian, logoterapi menitikberatkan pada pemahaman bahwa dambaan utama manusia
yang asasi atau motif dasar manusia adalah hasrat untuk hidup bermakna. Diantara hasrat itu terungkap dalam keinginan
manusia untuk memiliki kebebasan dalam menemukan makna hidup. Kebebasan seperti itu dilakukannya antara lain melalui
karya-karya yang diciptakannya, hal-hal yang dialami dan dihayati (termasuk
agama dan cinta kasih) atau dalam sikap atas keadaan dan penderitaan yang tak mungkin
di elakkan. Adapun makna hidup adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi
seseorang, yang bila dipenuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan akhirnya
akan menimbulkan penghayatan bahagia. Dalam logoterapi dikenal dua peringkat
makna hidup, yaitu makna hidup pribadi dan makna hidup paripurna.
Makna hidup paripurna bersifat mutlak dan universal, serta
dapat dijadikan landasan dan sumber makna hidup pribadi. Bagi orang yang tidak
atau kurang penghayatan terhadap agama, mungkin saja pandangan falsafah atau
ideologi tertentu dianggap memiliki nilai nilai universal dan paripurna.
Sedangkan bagi penganut agama, maka Tuhan merupakan sumber nilai Yang Maha
Sempurna dengan agama sebagai perwujudan tuntunan-Nya. Di sinilah barangkali letak
peranan agama dalam membina kesehatan mental, berdasarkan pendekatan
logoterapi. Karena bagaimanapun, suatu ketika dalam kondisi yang berbeda dalam
keadaan tanpa daya, manusia akan kehilangan pegangan dan bersikap pasrah. Dalam
kondisi yang serupa ini ajaran agama paling tidak akan membangkitkan makna
dalam hidupnya. Makna hidup pribadi menurut logoterapi hanya dapat dan harus
ditemukan sendiri.
Dalam menghadapi
sikap yang tak terhindarkan lagi pada kondisi yang ketiga, menurut logoterapi,
maka ibadah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membuka
pandangan seseorang akan nilai-nilai potensial dan makna hidup yang terdapat
dalam diri dan sekitarnya. (Hanna Djumhana Bastaman, 1989).
Sayangnya,
agama sering dipandang hanya sebagai anutan. Dianggap sebagai sesuatu yang
datang dari luar dan asing. Padahal, potensinya sudah bersemi dalam batin
sebagai fitrah manusia. Potensi yang terlantarkan oleh keangkuhan egoisme
manusia. Jalinan keharmonsan antara kebutuhan fisik dan mental spiritual
terputus. Akibatnya manusia kehilangan kemampuan untuk mengenal dirinya.
Menyelami potensi diri sebagai makhluk beragama (homo religius).
Padahal
Sang Maha Pencipta sudah mewanti-wanti akan hal itu. Seuntai firman
mengungkapkan hal itu: “Mereka diliputi
kebinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali
(agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS 3:112). Di kala
manusia melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan God view-nya, kehidupan
jadi hampa. Ketentraman batin tersaput. Hidup tanpa makna.
Menjauhkan
diri dari Sang Pencipta, berarti mengosongkan diri dari nilai-nilai imani.
Sungguh merupakan “kerugian” terbesar bagi manusia selaku makhluk berdimensi spiritual.
“Mereka itulah orang yang membeli
kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan
tidaklah mendapat petunjuk.” (QS 2:16). “Ingatlah, hany dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS
13:28).
Pandangan Islam Terhadap Kesehatan
Mental
Pandangan Islam terhadap kesehatan mental antara lain dapat
dilihat dari peranan Islam bagi kehidupan manusia, yang dapat dikemukakan
sebagai berikut:
ü Agama
Islam memberikan tugas dan tujuan bagi hidup dan kehidupaa manusia di dunia dan
akhirat dalam Al Qur'an disebutkan untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana
firmannya dalam al-Qur'an ditegaskan sebagai berikut: 'Dan tidak Aku jadikan
jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS. Adz Dzariyat (51)
: 56).Dalam ayat lain disebutkan tugas manusia untuk menjadi khalifah-Nya di
muka bumi, yang maksudnya : "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat " Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi……… "
Dengan demikian manusia mempunyai beban amanat dari Allah
untuk melaksanakan syariat-Nya serta untuk mengatur dan mengolah segala apa
yang ada di bumi ini dengan baik. Agar tujuan tersebut dapat tercapai jika
manusia dilengkapi dengan berbagai potensi yang harus dikembangkan dan
dimanfaatkan sesuai dengan aturan Allah. Kesehatan mental dalam pandangan Islam
adalah pengembangan dan pemanfaatan potensi- potensi tersebut semaksimal
mungkin, dengan niat ikhlas beribadah hanya kepada Allah. Dengan melaksanakan
konsep ibadah dan khalifah dalam Islam, manusia dapat menumbuhkan dan
mengembangkan potensi jiwa dan memperoleh mental yang sehat. Islam memberikan
bimnbingan dan petunjuk kepada manusia dalam melaksanakan tugas kekhalifahan
dan untuk mencapai hidup bahagia di dunia dan akhirat.
ü Ajaran
Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan
mengatasi kesulitan hidupnya, seperti dengan cara sabar dan shalat, dalam
firman Allah S WT dalam al-Qur`an yang menegaskan sebagai berikut: "Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar ". (QS Al Baqarah (2):
153).
Pada umumnya sabar sering diartikan sebagai keteguhan hati
dalam menghadapi cobaan dan kesulitan, ser-ta keuletan menghadapi cita-cita.
Dengan belajar untuk menanamkan rasa sabar dalam hati dan mau melaksanakan
shalat dengan baik dan khusyuk, insya Allah setiap manusia akan dapat
menghadapi musibah dengan jiwa yang tenang dan merasa terbantu mengatasi
kesulitan hidupnya.
ü Ajaran
Islam membantu orang dalam menumbuhkan dan membina pribadinya, yakni melaiui
penghayatan nilai-nilai ketakwaan dan keteladanan yang diberikan Nabi Muhammad
saw.
ü Ajaran
Islam memberikan tuntunan kepada akal agar benar dalam berpikir melalui
bimbingan wahyu (kitab suci Al- Qur'an al Karim).
ü Ajaran
Islam beserta seluruh petunjuk yang ada yang ada di dalamnya merupakan obat
bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia
(rohani). Firman Allah SWT dalam al-Qur'an al-Kariem ditegaskan sebagai berikut
: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat (agama) dari
Tuhanmu sebagai penyembuh bagii penyakit yang ada di dalam, dada (rohani),
sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman". (QS. Yunus (10) :
5 7).
ü Ajaran
Islam memberikan tuntunan bagi manusia dalam mengadakan hubungan yang baik,
baik hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan orang
lain, maupun hubungan dengan, alam dan lingkungan, seperti yang terdapat dalam
ajaran akidah, syari'at, dan akhlak.
ü Agama
Islam berperan dalam mendorong orang untuk berbuat baik dan taat, serta
mencegahnya dari berbuat jahat dan maksiat. Firman Allah SWT dalam al-Qur'an
al-Kariem yang menegaskan:
"Barang siapa melakukan perbuatan baik dari lelaki dan
perempuan dan ia beriman maka kami hidupkan, dia dengan penghidupan yang baik,
dan akan kami balas dengan balasan yang baik dari apa yang telah mereka
kerjakan". (QS: An¬-Nahl (16) : 97).
ü Ajaran
Islam dapat memenuhi kebutuhan psikis manusia. Peranan agama Islam dapat
membantu manusia dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan
serta mernbina kodisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan
ajaran-ajaran Islam manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan
dalam hidup.
III.
PERANAN
IBADAH DALAM PEMBINAAN MENTAL
Menurut ulama tauhid, ibadah adalah
meng-Esakan Allah swt. dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta
menundukan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya. Sedangkan ulama fiqih
berpendapat, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh
keridhaan Allah swt. dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat (Ahmad dan
Musdah, 2003 : 137). Dari kedua pandangan para ulama tersebut, ibadah dapat
dipahami sebagai perwujudan segala sikap dan amalan meng-Esakan Allah swt guna
mengharap keridhaan-Nya.
Ibadah sebagai Psikoterapis Kejiwaan
Setiap manusia yang mengaku hamba Allah tentu telah
terbiasa melaksanakan ibadah-ibadah terutama ibadah mahdhah. Namun, sejauh
ibadah itu dilakukan sejauh mana pengaruhnya terhadap jiwa pelakunya? Untuk
mengetahui jawabannya, berikut akan diulas beberapa bentuk ibadah dan efeknya
secara psikis. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan psikoterapi melalui
amalan ibadah.
1. Shalat
Sudah menjadi ketentuan syara’ bahwa
shalat akan sah jika pribadi muslim telah menunaikan whudu. Maka akan diulas
sekilas perihal whudu. Menurut Ahmad dan Musdah (2003: 147), wudhu adalah suatu
cara untuk menghilangkan hadas kecil ataupun hadas besar yang dilakukan sebelum
mengerjakan shalat dan ibadah-ibadah lain, menjadikan wudhu sebagai salah satu
syaratnya.
Air suci dan mensucikan menjadi
media wajib untuk berwudhu. Seperti diketahui, air memiliki sifat jernih,
mengalir dan menyegarkan. Sehingga dengan air kotoran-kotoran yang menempel
pada tubuh dapat dibersihkan dengan sempurna. Secara maknawi, kotoran-kotoran
baik secara fisik maupun psikis luntur dan mengalir mengikuti aliran air wudhu.
Wudhu disebut juga sebagai salah
satu bentuk dari terapi air ( water of therapy). Terapi air merupakan
bentuk terapi dengan memanfaatkan air sebagai media terapis. Beberapa pusat
terapi kesehatan telah mengembangkan terapi air ini berhubung sangat diminati.
Rafi’udin dan Alim Zainudin (2004: 117) mengatakan selain dampak psikis, wudhu
juga memiliki pengaruh fisiologis, sebab dengan dibasuhnya bagian tubuh
sebanyak lima kali sehari, lebih-lebih ditambah, maka akan membantu
mengistirahatkan organ-organ tubuh dan meredakan ketegangan fisik dan psikis.
Secara etimologi kata shalat berarti
doa memohon kebaikan (Musthafa Al Khin dalam Rafi’udin dan Alim Zainudin, 2004
: 50). Sholat memiliki pengaruh yang sangat efektif untuk mengobati rasa sedih
dan gundah yang menghimpit manusia (‘Utsman, 2004: 338). Saat sholat didirikan
dengan menyempurnakan wudhu, niat yang ikhlas, adab-adab seperti tuma’ninah
( tenang sejenak), gerakan tidak terlalu cepat, memahami bacaan sholat maka
akan mendatangkan kekhusukan dan menjadi terapi tersendiri bagi jiwa. Dengan
kata lain, jiwa akan tenang jika shalat dilakukan sesuai dengan tuntunan
Rasulullah saw.
Mendirikan sholat selalu dilakukan
Rasulullah saat beliau dirundung berbagai persoalan penting. Diriwayatkan dari
Hudzaifah ra. Ia berkata: “Jika mendapat persoalan, maka Nabi saw mendirikan
shalat (HR. Abu Dawud). Shalat inilah solusi dari Allah swt. bagi hamba-Nya
ketika mengalami persoalan.
Allah swt berfirman:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Secara mendalam, Toto Tasmara (2001:
81) mengungkapkan bahwa shalat jangan dipandang hanya dalam bentuk formal
ritual gerakan fisik yang terkait erat dengan tatanan fiqih, tapi juga muatan
mendalam terhadap pemahaman simbol-simbol atau hakikat yang terkandung di
dalamnya.
Beliau menggambarkan gerakan shalat
sebagai simbol dari siklus kehidupan. Dapat dilihat isyarat dari simbol-simbol
gerakan dalam shalat, yaitu filsafat gerak. Pribadi muslim harus bergerak,
dinamis, karena tidak selamanya hidup ini akan qiyam’berdiri’, lambang
kejayaan (dewasa). Suatu saat ia harus ruku (umur setengah baya), kemudian
bersujud (umur mulai uzur) (Tasmara, 2001: 82).
Melalui shalat, kepribadian
seseorang akan terbimbing dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan. Senada
dengan Toto Tasmara (2001: 83), shalat menunjukkan sikap batiniah untuk
mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri, serta keberanian untuk tegak berdiri
menapaki kehidupan dunia nyata melalui prilaku yang jelas, terarah, dan
memberikan pengaruh pada lingkungan.
Shalat selesai dilakukan.
Selanjutnya kesejukan batin akan diraih dengan iringan munajat kehadirat Allah Rabbul
Izzati melalui zikir, doa dan tilawah Alquran.
2. Zikir
Firman Allah swt.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram (QS. Ar-Ra’ad: 28).
Alquran menjelaskan begitu penting
melakukan zikrullah (berzikir kepada Allah) untuk ketentraman hati
hamba-Nya yang beriman. Hal ini diperjelas oleh Rasulullah saw. dalam hadits
Beliau. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Dan Abu Sa’id ra., bahwa Rasulullah
saw. pernah bersabda:
Tidaklah suatu kelompok yang duduk
berzikir melainkan mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Mereka mendapat
limpahan rahmat dan mencapai ketenangan. Dan Allah swt akan mengingat mereka
dari seseorang yang diterima di sisi-Nya (HR. Muslim dan Tirmidzi).
3.Membaca Alquran
Akhir-akhir ini, di beberapa tempat
telah dibuka pusat-pusat pengobatan ruhani atau pengobatan yang menggunakan
Alquran (Abdurrahman, 2005: 11). Pengobatan tersebut biasa dikenal dengan
istilah ruqyah syar’iah. Namun, saat ini secara umum sebagian masyarakat
memandang ruqyah sebagai bentuk terapi atau pengobatan alternatif guna membantu
kesembuhan dari penyakit ulah jin atau roh jahat di dalam tubuh manusia. Tidak
menutup kemungkinan, Alquran juga dipahami sekadar kumpulan surah dan ayat
penangkal dan pengusir kejahatan gangguan jin dan bangsanya.
Paradigma tersebut sangatlah keliru
dalam memahami Alquran sebagai petunjuk bagi umat manusia menuju jalan yang
lurus. Alquran adalah kitabullah yang suci, diturunkan oleh Allah dengan
posisi lebih tinggi, terhormat, lebih bernilai dari segala karya ilmuwan
manapun di sepanjang sejarah peradaban manusia (Abdurrahman, 2005: 12).
Dalam Alquran Allah swt menyatakan bahwa Alquran bisa menjadi penawar
(obat) bagi hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
“...Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan
penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada
telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka.
mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (QS.
Fushshilat: 44)
Ayat di atas semakna dengan surah
Al-Isra’: 82 dan Yunus: 57. Ayat-ayat ini menjadi dasar bahwa Alquran memang
telah ditetapkan Allah swt sebagai pendekatan pesan-pesan ilahiah yang
berfungsi terapis kejiwaan sekaligus pedoman hidup bagi hamba-Nya agar selalu
berada di jalan kebaikan dan kebenaran.
Membaca Alquran disertai
mentadabburi setiap bacaan ayat dapat membimbing jiwa agar ikhlas beramal dan
tawadhu dalam bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran.
4. Puasa (Shaum)
Muhammad ‘Utsman Najati (2004: 344)
mengatakan, ibadah puasa mengandung beberapa manfaat yang besar, di antaranya
menguatkan kemauan dan menumbuhkan kemampuan jiwa manusia dalam mengontrol
nafsu syahwatnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.
Bahwa Rasulullah saw pernah berkata: “Allah swt. Berfirman: “Setiap amal
perbuatan anak Adam as. Akan kembali pada diri masing-masing kecuali puasa
karena puasa hanyalah untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Puasa itu
merupakan sebuah tameng jika sehari saja seseorang yang berpuasa tidak berbuat
cabul dan berkata kotor. Kemudian jika ada orang lain yang mencelanya atau
ingin membunuhnya, maka hendaknya ia berkata: “Aku adalah orang yang berpuasa’
(Syaikhan dalam ‘Utsman, 2004: 345).
Puasa merupakan sarana latihan untuk
menguasai dan mengontrol motivasi atau dorongan emosi, serta menguatkan
keinginan untuk mengalahkan hawa nafsu dan syahwat. Rasulullah saw menganjurkan
kepada para pemuda yang belum mampu menikah untuk berpuasa agar dapat membantu
mereka mengontrol motivasi seksualnya.
Selain itu, kesabaran menahan rasa
lapar dan dahaga membuat seseorang yang berpuasa merasakan penderitaan orang
lain yang serba kekurangan. Sehingga muncul rasa kasih sayang terhadap sesama
dan mendorong untuk membantu fakir miskin. Perasaan dan sikap peka secara
sosial di masyarakat inilah yang disebutkan ‘Ustman (2004: 346) dapat
melahirkan rasa kedamaian dan kelapangan jiwa.
Jawad Amuli (2006: 16)
mengistilahkan, pembukaan jamuan Allah bagi tetamu-Nya di mulai pada bulan suci
Ramadhan, sementara penutupnya adalah bulan Dzulhijjah. Diketahui bulan ini
merupakan akhir dari bulan-bulan suci dan bulan haji.
4. Haji
Ibadah haji berawal dari kisah Nabi
Ibrahim as. Kisah ini menggambarkan suatu makna bahwa perjuangan untuk mendapatkan
ridha Allah adalah dengan mengorbankan apa yang paling disayangi dan dimiliki.
Setelah itu dengan perjuangan keras, penuh tawakal dan pengorbanan semua rahmat
dan kasih sayang Allah akan tercurah (Rudhy Suharto, 2002: 159).
Menunaikan ibadah haji dapat melatih
kesabaran, melatih jiwa untuk berjuang, serta mengontrol syahwat dan hawa
nafsu. Ibadah haji menjadi terapi atas kesombongan, arogansi, dan berbangga
diri sebab dalam praktek ibadah haji kedudukan semua manusia sama. Permohonan
ampunan dan ditambah suasana yang bergemuruh penuh lantunan Ilahi membuat
suasana ibadah haji sarat dengan nilai spiritualitas yang dapat mengobarkan
rasa semangat yang tinggi untuk meraih ketenangan (‘Utsman, 2004: 348).
Rudhy Suharto (2002: 163)
menjelaskan, wukuf di arafah menjadi media meditasi untuk merenungi perbuatan
masa lampau yang menjauhkan diri dari Allah swt dan memahami lebih dalam
hakikat tujuan hidup. Perjalanan Shafa dan Marwah bermakna perjuangan
spiritualitas diri untuk bertarung melawan hawa nafsu. Melempar Jumrah ‘Aqabah
mengisyaratkan melempar semua sifat kejahiliahan seperti kemunafikan, kedustaan
dan keduniawian.
Berhaji akan membawa seseorang
mentafakuri atau mengintrospeksi diri guna mencari jati diri seorang hamba yang
hakiki. Hakikat seorang hamba adalah senantiasa mengabdikan diri dan
kehidupannya untuk Allah semata. Pengabdian dengan keikhlasan itulah yang
mengundang curahan rahmat serta ridha-Nya. Jiwa hamba pun akan suci dan tenang.
Raih Ketenangan Jiwa
Beragam cara dilakukan seseorang
untuk meraih ketenangan dan ketentraman jiwa. Cara-cara tersebut ada berasal
dari bentuk murni pengamalan ajaran agama, praktik sekte-sekte spriritual
seperti penganut sufisme, pengikut meditasi, kelompok-kelompok ritual dari
berbagai suku dan kebudayaan dan lainnya.
Setiap cara atau metode ‘ibadah’ di
atas memiliki efek tersendiri bagi pengamalnya. Namun hal itu tergantung sumber
ajaran yang digunakan dalam aktivitas ritualnya. Jika ajaran tersebut berasal
dari konsep filasafat kehidupan atau pemikiran manusia maka orientasinya masih
sebatas kehidupan keduniaan. Sebagai muslim yang taat sudah tentu memilih
satu-satunya cara yang dapat memberikan ketenangan jiwa yakni ibadah
berdasarkan tuntunan ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Al-Qur’an dan sunnah sebagai ilmu
pengetahuan yang telah memberikan suatu hal yang baru dalam ilmu kejiwaan
kaitannya dengan pengaruh ibadah. Hal tersebut memberikan bimbingan kepada
manusia untuk dapat mencapai kehidupan sehingga ia mampu meraih kebahagiaan,
kebaikan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
KESIMPULAN
Kesehatan
mental dalam kehidupan manusia merupakan masalah yang amat penting karena
menyangkut soal kualitas dan kebahagian manusia. Tanpa kesehatan yang baik
orang tidak akan mungkin mendapatkan kebahagian dan kualitas sumber daya
manusia yang tinggi.
Hal
itu karena yang bisa menjamin kebahagian manusia tersebut adalah kejiwaan,
kesehatan dan keberagamaan yang dimiliki manusia. Tiga faktor tersebut sangat
sejalan sekali dalam mencapai kebahagian hidup manusia didunia dan akhirat,
karena kebahagian yang harus dicapai itu tidak hanya kebahagian didunia
melainkan juga kebahagian diakhirat kelak.
Dari
berbagai kasus yang ada justru banyak penderita kejiwaan yang disembuhkan
dengan pendekatan agama atau kepercayaan. Hal ini membuktikan bahwa manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang ber-Tuhan dan akan kembali ke-Tuhan pada
suatu saat. Sehingga ketika mereka terhimpit permasalahan batin mereka akan
lari kepada agama dan menemukan jawaban dari permasalahan yang mereka hadapi.
Al-Quran
berfungsi sebagai As-Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun
rohani. Dalam Al-Quran banyak sekali yang menjelaskan tentang kesehatan.
Ketenangan jiwa dapat dicapai dengan zikir (mengingat) Allah. Rasa taqwa dan
perbuatan baik adalah metode pencegahan dari rasa takut dan sedih.
Islam
memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental. Pandangan islam
tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan dan pemikiran falsafat
yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam. Dapat ditegaskan bahwa iman dan takwa
memiliki relevansi yang sangat erat sekali dengan soal kejiwaan. Iman dan takwa
itulah arti psikologi dan kesehatan mental yang sesungguhnya bagi manusia
dalam Islam.
Hanya
kepada Allah, maka Allah akan memberikan hati mereka rasa aman, tenang dan
tentram sehingga mereka dapat beraktivitas dengan maksimal sehingga mencapai
hasil yang diinginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
• Hygien mental,kartini kartono,mandar maju
• Kesehatan mental,
yustinus semiun, kanisius
• Bimbingan konseling
islam , drs samsol munir amin , anzah Jakarta
• Kesehatan mental,
dr, zakiah darajat,pt gunung agung Jakarta
• Ilmu jiwa,dr,jalaluddin dan dr ramayulis ,kalam mulia Jakarta
• Syamsu Yusuf. 2009. Mental Hygiene. Bandung :
Maestro
7 comments
Izin copas utk referensi tugas, jzkillah
ReplyDeleteizin copas utk tugas, jzkillah
ReplyDeleteSilahkan mba Salwa:)
Deletepokameameee makalahnya baguss, aku sukaa loplop poke
ReplyDeleteihiiiw.. makasi poke ameame:* :*
Deletebarokallooh fiik, ijin copas
ReplyDeleteSilahkan mba Husnul :)
DeleteHallo.. a warm greetings from me ^O^
Kindly write your thoughts in the comment box. I’ll read every comments I get from you.
Do not forget to click button ‘Notify Me’ to get notification when I replied your comments.
Let’s spread love and positivity ♡♡♡
Regard, Ika :)