Defenisi Fiqh

05:15


1.1        Pengertian Fiqh
Secara bahasa, fiqh bermakna faham. Menurut istilah, Imam Syafii memberikan definisi yang komprehensif, “Al ‘ilmu bi al ahkaam al syar’iyyah al ‘amaliyyah al muktasabah min adillatiha al tafshiliyyah” Yakni mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang didapatkan dari dalil-dalil yang terperinci. ‘al ilm’ pada definisi ini bermakna pengetahuan secara mutlak yang didapatkan secara yakin atau dzanni. Karena hukum yang terkait dengan amaliyah ditetapkan dengan dalil yang bersifat qath’I atau pun dzanni.
Fiqih berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti memahami mengerti atau mempaeroleh pengetahuan.
Dari berbagai pendapat, dapat diambil suatu pengertian, bahwa hakekat fiqh itu adalah :
1.            Fiqh adalah ilmu tentang hukum Allah
2.            Fiqh bersifat amaliyah furu’iyah
3.            Pengetahuan tentang hukum Allah didasarkan pada dalil tafshili (terurai)
4.            Fiqh digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih.
Obyek pembahasan fiqh adalah tindakan orang-orang mukallaf, atau segala sesuatu yang terkait dengan aktifitas orang mukallaf. Adakalanya berupa tindakan, seperti melakukan shalat, atau meninggalkan sesuatu, seperti mencuri, atau juga memilih, seperti makan atau minum. Yang dimaksud dengan mukallaf adalah orang-orang baligh yang berakal, dimana segala aktifitas mereka terkait dengan hukum-hukum syara’ (Zuhaili, 1989, I, hal. 15-17).
1.2   Ruang Lingkup Fiqh
Ruang lingkup pembahasan fiqh mencakup pembahasan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan diri pribadinya, atau manusia dengan masyarakat sekitar. Ilmu fiqh mencakup pembahasan tentang kehidupan dunia hingga akhirat, urusan agama atau pun negara serta sebagai peta kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.
Untuk tujuan tersebut, hukum-hukum fiqh sangat terkait dengan segala aktifitas yang dilakukan oleh seorang mukallaf, baik berupa ucapan, tindakan, akad, atau transaksi lainnya. Secara garis besar dapat dikategorikan menjadi;
§  Hukum Ibadah (fiqh ibadah) yang meliputi; tata cara bersuci, shalat, puasa, haji, zakat, nadzar, sumpah, dan aktifitas sejenis terkait dengan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya.
§  Hukum Muamalah (fiqh muamalah) yang meliputi, tata cara melakukan akad, transaksi, hukum pidana atau perdata dan lainnya yang terkait dengan hubungan antar manusia atau dengan masyarakat luas.
Ada dua kelompok dalil fiqh. Kelompok pertama ialah dalil-dalil global, seperti Al Quran, Sunnah, Ijma’ (Kesepakatan), qiyas (juristic reasoning by analogy), dan lain-lain. Dalil-dalil global ini dianalisa dalam sebuah ilmu yang disebut Ilmu Ushululfiqh. Semuanya bermuara pada Al Quran dan Sunnah Rasulullah Muhammad saw. Kelompok kedua ialah dalil terperinci yang terdiri dari ayat-ayat Al Quran tentang hukum, begitu juga hadis-hadis Rasulullah Muhammad saw tentang hukum.Al Quran dan Hadis (Sunnah), pada umumnya mengemukakan hukum-hukum secara umum. Teksnya sangat fleksibel, sehingga mampu memecahkan hukum berbagai peristiwa yang terjadi setelah Rasulullah saw wafat.
Ruang lingkup pembahasan fiqih dapat di bagi menjadi :
1.      Thoharoh: Membahas tentang cara bersesuci baik dari najis maupun dari hadats.
2.      Ibadah: Membahas tata cara beribadah seperti sholat, puasa, zakat, dan haji
3.      Muamalat: Membahas tentang hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh harta benda atau aturan Islam tentang bentuk-bentuk transaksi dan kegiatan ekonomi
4.      Munakahat: Membahas tentang pernikahan, perceraian / kehidupan rumah tangga.
5.      Jinayat: Membahas tentang perbuatan yang dilarang oleh syara’ seperti mencuri, merampok, zina
6.      Faraidh: Membahas tentang peninggalan mayit atau warisan dan tata cara pembagiaannya kepada yang berhak
7.      Siyasah: Membahas hal-hal yang berkaitan tentang politik, kepemimpinan, peradilan, dll.

1.3    Sejarah Perkembangan Fiqh
Menurut Prof . Dr. Amir Syarifuddin, sejarah perkembangan fiqh dibagi menjadi lima periode, yaitu :
1.      Fiqh pada periode Rasulullah
2.      Fiqh pada periode Sahabat
3.      Fiqh periode Imam Mujtahid
4.      Fiqh periode Taqlid
5.      Reformulasi fiqh Islam


1.        Masa Rasulullah
Masing-masing ulama mengemukakan pendapat mereka tentang boleh atau tidaknya Nabi berijtihad, yaitu :
a.       Jumhur ahli Ushul berpendapat bahwa Nabi boleh berijtihad sebagaimana yang dilakukan oleh manusia lain.
b.      Menurut Ulama Asy’ariyah dan Mu’tazilah, Rasulullah tidak boleh berijtihad dalam hukum syara’. Alasannya semua berasal dari wahyu, tidak ada yang tidak dari wahyu. Ijtihad tidak ada yang berasal dari wahyu, karenanya tidak ada ucapan Nabi yang datang dari ijtihadnya sendiri.
c.       Pendapat jalan tengah dari kedua pendapat yang berbeda tadi. Menurut mereka Nabi dapat saja melakukan ijtihad dalam hal selain syara’, seperti masalah peperangan.
Bila diperhatikan, ketiga pendapat tersebut diatas maka pendapat ketiga itu ada benarnya. Menurut Amir Syarifuddin lebih lanjut mengatakan bahwa tidak semua yang muncul dari Nabi itu dibimbing wahyu, karena kenyataannya beliau berijtihad untuk memahami dan menjalani wahyu Allah dalam hal-hal yang memerlukan penjelasan dari Nabi, dan yang sebagainya dibimbing wahyu. Dalam hal-hal yang tidak mendapat koreksian dari Allah itu adalah sunnah Nabi.
Dengan demikian berarti sebagian dari sunnah Nabi itu adalah berdasarkan ijtihad nabi dan berarti pula fiqh sudah mulai ada semenjak masa Rasulullah masih hidup.
2.      Masa Shahabat
Terdapat tiga hal yang berhubungan dengan hukum Islam setelah Rasulullah wafat :
a.       Kejadian baru yang memerlukan jawaban hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah Rasul.
b.      Masalah yang telah ditur didalam Al-Qur’an dan sunnah, tetapi sulit dilaksanakan.
c.       Kesulitan menerapkan dalil yang secara jelas dan terpisah didalam Al-Qur’an.
 Menanggapi tiga hal tersebut maka para shahabat memerlukan pemikiran mendalam atau ijtihad untuk :
a.       Menghadapi masalah persoalan pertama, para shahabat menggunakan mafhum dan qiyas.
b.      Mengahadapi kesulitan untuk melaksanakan apa yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan sunnha Rasul, maka shahabat menetapkan ketegasan dan sikap keras.
c.       Menetapkan hukum baru yang belum ditetapkan oleh Rasulullah, seperti yang dilakukan Khalifah Abu Bakar menfaatkan agar saudara mayit tidak menerima harta waris bila bersama kakek.

3.      Masa Imam Mujtahid
Pada masa ini sumber hukum Islam adalah Al-Qur’an, sunnah Nabi, dan ijtihad. Pada periode ini terdapat dua kecenderungan dalam penggunaan dua sumber dalam penetapan fiqh:
a.       Menggunakan hadis dalam menetapkan hasil Ijtihad.
b.      Menggunakan logika atau penalaran dalam menghasilkan hukum.
Masing-masing golongan mempunyai pengikut yang banyak yang dinamai dengan mazhab. Setiap mazhab fiqh tersebut mengembangkan faham dan metoda berfikir mereka. Kemudian faham masing-masing mazhab ini disebarkan oleh murid-muridnya. Keempat mazhab ini termasuk kedalam lingkup aliran Ahli Sunnah wa-al jama’ah.
Kegiatan-kegiatan ijtihad yang menghasilkan fiqh dalam bentuk yang mengagumkan pada periode ini adalah :
a.       Menggunakan metode berpikir dalam memehami sumber hukum, sehingga menghasilkan Ilmu Ushul Fiqh.
b.      Penggunaan istilah-istilah hukum dalam fiqh.
c.       Tersusunnya kitab fiqh secara systematis, dari masing-masing mazhab sesuai dengan metoda dan cara berpikir mujtahidnya.
4.      Masa Taqlid
Sebab-sebab terjadinya taqlid :
a.       Karena telah tersusunnya kitab fiqh baik, maka daya ijtihad menjadi berkurang, bahkan boleh dikatakan berhenti.
b.      Ijtihad hanya berups pengembangan,pensyarahan, dan pemerincian kitab fiqh yang telah ada.
c.       Fiqh telah kehilangan daya akyualisasinya karena tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.
d.      Umat Islam hanya menikutiendapat ulama (taqlid)
5.      Masa Reformulasi
Abu Ameenah Philips dalam bukunya Asal usul  dan sejarah perkemnangan Fiqh, membagi sejarah perkembangan islam tradisionil, yang dibagi menjadi 4 tahapan, :
a.       Tahap fondasi                   : masa Nabi Muhammad SAW
b.      Tahap pembentukan          : masa Khulafaur Rasyidin
c.       Tahap Pembangunan         : masa Dinasty Umaiyyah
d.      Tahap perkembangan        : masa Dinasty ‘Abbasyiyah
e.       Tahap konsolidasi : masa runtuhnya dinasty ‘Abbasyiyah,
f.       Tahap stagasi dan kemunduran : sejak penjarahan kota Baghdad sampai sekarang
Periodisasi menurut az-Zarqa adalah sebagai berikut:
1. Periode risalah. Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11H/632M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW. Pengertian fiqh pada masa itu identik dengan syarat, karena penentuan hukum terhadap suatu masalah seluruhnya terpulang kepada Rasulullah SAW. Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah.
2. Periode al-Khulafaur Rasyidun. Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu'awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada periode ini, disamping Al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat.
3. Periode awal pertumbuahn fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam.
4. Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama.
5. Periode Tahrir, takhri dan tarjih dalam mazhab fiqh. Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-4 sampai pertengahan  abad ke-7 H. yang dimaksud dengan tahrir, takhrij dan tarjih adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan mengulad pendapat para imam mereka. Periode ini ditandai denngan melemahnya semangat Ijtihad dikalangan ulama fiqh.
 6. periode kemunduran fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-7 H. sampai munculnnya majalah al- Ahkam al- Adliyyah (hukum perdata Kerajaan Turki Usmani) pada 26 Sya’ban 1293. Perkembangan fiqh pada periode ini merupakan lanjutan dari perkembangan fiqh yang semakin menurun pada periode sebelumnya. Periode ini dikenal juga dengan periode taqlid secara membabi buta.

Refrensi           :
Aminuddi dan Zurinal. Fiqih Ibadah.halaman  5-6
Aminuddin dan Zurinal. Fiqih Ibadah. Halaman 10-25


 Oleh Klp I : Ais, Nye, Meida, Rini, Bung Re:)



You Might Also Like

0 comments

Hallo.. a warm greetings from me ^O^
Kindly write your thoughts in the comment box. I’ll read every comments I get from you.

Do not forget to click button ‘Notify Me’ to get notification when I replied your comments.
Let’s spread love and positivity ♡♡♡

Regard, Ika :)

Instagram

Follow G+

close
Banner iklan disini