Tugas Penelitian : “Perbedaan perkembangan perilaku sosial pada anak- anak yang mengikuti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dengan anak- anak yang tidak mengikuti PAUD”

21:51


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Salah satu tugas perkembangan masa kanak- kanak awal yang penting adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk menjadi anggota kelompok. Hurlock menyebut masa kanak- kanak awal ini sebagai masa prakelompok. Dasar untuk sosialisasi diletakkan dengan meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-teman sebayanya dari tahun-ketahun. Anak yang lebih menyukai interaksi dengan manusia akan lebih mengembangkan kecakapan sosial sehingga mereka lebih popular dari pada anak yang interaksi sosialnya terbatas. Menurut Hurlock, anak usia dua dan tiga tahun menunjukkan minat nyata untuk melihat anak- anak lain dan berusaha mengadakan kontak social dengan mereka. Ini dikenal sebagai bermain sejajar, yaitu bermain sendiri- sendiri, tidak bermain dengan anak- anak lain. Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks. Perkembangan berikutnya adalah bermain asosiatif, di mana anak terlibat dalam kegiatan yang menyerupai kegiatan anak-anak lain. Dengan meningkatnya kontak sosial, anak terlibat dalam bermain kooperatif, di mana ia menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi. Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. Sejak dipublikasikannya hasil-hasil riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi maka fenomena pentingnya PAUD merupakan keniscayaan. PAUD menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas).
PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang akan kami lakukan ini tidak meluas dan agar lebih terarah, maka penelitian ini akan diberi batasan masalah sebagai berikut:
Ø  Anak usia kanak-lanak awal yang dimaksud adalah anak yang berumur diantara 2 sampai 6 tahun.
Ø  Perkembangan prilaku sosial yang dimaksud adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, identifikasi masalah yang diberikan dalam penelitian adalah: “Apakah ada perbedaan perkembangan perilaku sosial pada anak- anak yang mengikuti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dengan anak- anak yang tidak mengikuti PAUD?”
1.3   Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1        Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan prilaku sosial pada anak usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD.
1.3.2        Manfaat Penelitian
  1. Dari sisi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah pada bidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan, mengenai perbedaan perkembangan prilaku sosial pada usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD, serta dapat memberikan pengetahuan dan wacana baru yang berkaitan dengan pengaruh PAUD terhadap perkembangan sosial anak.
  2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini menjadi sumber informasi bagi para Orang Tua yang ingin memasukkan anaknya ke PAUD, dan agar para Orang Tua tidak ragu serta mengetahui manfaat terhadap penyelenggaraan adanya PAUD untuk perkembangan anak – anak mereka.

BAB II
Kajian Pustaka
2.1  Perkembangan Sosial Kanak- kanak Awal
2.1.1        Pengertian Perkembangan Sosial Kanak- kanak Awal
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.

Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.

Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa: Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
2.1.2       Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.       Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang  pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2.       Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.       Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.       Menggoda (Terasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.       Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6.       Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.       Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8.       Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
9.       Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
2.1.3        Faktor –Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak 
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2.      Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3.      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4.      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5.      Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak  hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
2.1.4   Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku Kanak-Kanak Awal
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau  merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa:
  1. Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
  2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan  kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
2.2      Masa Kanak-kanak Awal
2.2.1        Ciri-ciri Masa Kanak-kanak Awal
a.      Sebutan Yang Digunakan Orang Tua
Masa kanak-kanak merupakan masa-masa yang sulit bagi orang tua karena pada masa kanak-kanak awal karena anak-anak sedang mengembangkan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan yang pada umumnya kurang berhasil.
b.      Sebutan Yang digunakan Para Pendidik
Para pendidik menyebut usia awal kanak-kanak sebagai usia prasekolah, usia pra sekolah adalah usia yang belum memasuki usia sekolah atau masih berada di taman kanak-kanak, kelompok bermain, atau penitipan anak-anak.
c.       Sebutan Yang Digunakan Ahli Psikologi
Para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang berbeda untuk menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan psikologis anak selama tahun awal masa kanak-kanak. Seperti usia kelompok, usia menjelajah, usia betanya, usia meniru, usia kreatif.

2.3      Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
2.3.1        Pengertian PAUD
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

2.3.2        Tujuan dan Fungsi PAUD
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Adapun tujuan pendidikan anak usia dini dapat dirumuskan sebagai berikut.
a.       Memberikan pengasuhan dan pembimbingan yang memungkinkan anak usia dini tumbuh dan berkembang sesuai dengan usia dan potensinya.
b.      Mengidentifikasi penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga jika terjadi penyimpangan, dapat dilakukan intervensi dini.
c.       Menyediakan pengalaman yang beranekaragam dan mengasyikkan bagi anak usia dini, yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi dalam berbagai bidang, sehingga siap untuk mengikuti pendidikan pada jenjang sekolah dasar (SD).

2.3.3        Prinsip PAUD
Dalam melaksanakan Pendidikan anak usia dini hendaknya menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.      Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.

b.      Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.

c.       Lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

d.      Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.

e.       Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.

f.        Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.

g.      Dilaksanakan secara bertahap dan berulang –ulang
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang berluang.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang pendekatan, metode, populasi, teknik, sampling, instrument, dan tahapan- tahapan yang akan digunakan dalam penelitian ini.
3.1  Jenis Penelitian
3.1.1    Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif dan metode deskriptif analisis dengan jenis penelitian komparatif. Pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang menghasilkan data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang dihasilkan dari serangkaian pengukuran yang dinyatakan dengan angka- angka dan kemudian dianalisis dengan uji statistic (Sevilla, 1993).

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang ditemukan pada saat penelitian dilaksanakan, dan memeriksa sebab- sebab dari suatu gejala tertentu (Sevilla, 1993). Hanya saja penelitian deskriptif ini tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap hal- hal yang terjadi tersebut, dan hanya dapat mengukur yang ada. Penelitian komparasi menurut  Aswarni Sujud dalam Arikunto (1998), penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan dan perbedaan- perbedaan tentang benda- benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide- ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja.

3.2  Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional Variabel
3.2.1    Variabel Penelitian
F.N. Kerlinger (2006) menyebut variable sebagai sebuah konsep. Vaariabel adalah suatu yang bervariasi dalam penelitan (Kerlinger, 2006: 49). Dalam penelitian ini terdapat dua variable, yaitu: variable bebas (independent variable) dan variable  terikat (dependent variable). Hasan (2002:18) mendefenisikan variable bebas adalah variable yang mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi variable lain, sedangkan variable terikat adalah variable yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variable lain. Adapun variable dalam penelitian ini adalah:
Variable bebas: mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD
Variabel terikat: perilaku sosial

3.2.2   Defenisi Operasional
Untuk dapat mengukur konsep- konsep dalam penelitian ini diperlukan pengoperasionalisasikan konsep tersebut dengan cara menetapkan rincian indikator variable yang digunakan dalam pengukuran.

Dalam penelitian ini, anak usia kanak-kanak awal yang dimaksud adalah anak yang berumur diantara 2 sampai 6 tahun.
Perkembangan prilaku sosial yang dimaksud adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
3.3  Populasi dan Sampel
3.3.1.  Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau sejumlah individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Menurut Sevilla, populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi pada penelitian. Adapun yang termasuk populasi dalam penelitian ini adalah anak- anak usia prasekolah (kanak- kanak awal) yang mengikuti PAUD dan anak usia kanak- kanak awal yang tidak mengikuti PAUD.

3.3.2.   Sampel
sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dimaksudkan untuk mengeneralisasikan atau mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi seluruh populasi. Sampel adalah sebagian objek populasi yang memiliki karakteristik sama engan karakteristik populasi yang ingin diketahui besaran karakteristiknya (Ferguson, dala Sevilla, 1993).

Adapun karakteristik sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah:
a.       Anak- anak yang mengikuti PAUD yang berusia 2- 6 tahun
b.      Anak- anak yang tidak mengikuti PAUD yang berusia 2- 6 tahun
Dalam penelitian ini sampel yang diambil berjumlah 42 orang, dengan jumlah masing- masing, 21 orang sampel yang mengikuti PAUD dan 21 sampel yang tidak mengikuti PAUD.

3.3.3    Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling technique atau pengambilan sampel bertujuan, yaitu dilakukan dengan cara pengambilan sampel yang dudasarkan atas tujuan tertentu (Arikunto: 2002).

Pengambilan sampel ini didasarkan atas ciri- ciri, sifat, atau karakteristik tertentu. Dalam penelitan ini, pengambilan sampel menggunakan metode nonprobability sampling, artinya tidak semua subyek dalam suatu populasi mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel.

3.4  Pengumpulan Data, Metode, dan Instrumen Penelitian
3.4.1    Metode dan Instrumen Penelitian
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner atau skala. Skala yang digunakan berisi pernyataan mengenai prilaku sosial anak. Angket ini diisi oleh observer yang mengobservasi prilaku responden selama mereka berada dalam treatmen. Skala prilaku sosial tersebut dirancang peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hurlock, dan menggunakan skala model ordinal dengan rentang dikotomi. Dalam penelitian ini memiliki 2 alternatif jawaban, yaitu iya dan tidak. Dengan pemberian scoring masing- masing adalah:
·         Iya = 1
·         Tidak = 0

3.5  Prosedur Penelitian
3.5.1.   Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini peneliti memulainya dengan merumuskan masalah dan menentukan variable yang akan diteliti. Kemudian peneliti mencari serta menyusun teori, menetukan lokasi penelitian, membuat instrument atau alat ukur penelitian. Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan penelusuran kepustakaan untuk menemukan berbagai konsep dan teori ilmiah yang berkenaan dengan masalah yang diteliti untuk membuat instrument penelitian.

Penelusuran ini dilakukan melalui buku- buku yang menyajikan pembahasan mengenai prilaku sosial. Selain buku- buku, juga dilakukan penelaahan artikel- artikel ilmiah yang terdapat di situs internet yang menyajikan bahasan- bahasan yang sesuai dengan masalah, serta dilakukan kajian terhadap skripsi- skripsi yang memuat masalah yang berkaitan. Hal ini dilakukan  untuk menemukan teori dan kelengkapan aspek yang akan diukur dalam penelitian ini. selanjutnya, peneliti membuat instrument penelitian berdasarkan teori- teori yang terkumpul. Setelah instrument penelitian ini selesai, dilakukan observasi lapangan guna mengumpulkan data responden penelitian, serta meminta izin untuk melaksanakan penelitian kepada pihak- pihak yang terkait.

3.5.2    Tahap Pelaksanaan
Peneliti yang terdiri dari empat orang masing- masing melakukan observasi pada empat lokasi yang berbeda, diantaranya adalah Rawa Belong (Jakarta Barat), Ciputat, Bogor, dan Depok. Melalui kegiatan observasi itulah peneliti mengisi skala atau alat ukur prilaku sosial yang sudah disediakan sebelumnya. Dari Dari keempat lokasi yang berbeda tersebut, responden yang didapatkan keseluruhannya berjumlah 42 orang (PAUD dan nonPAUD). Observasi dilaksanakan pada tanggal 26-27 Mei 2011.

3.5.3   Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dimaksudkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan prilaku sosial antara anak- anak yang mengikuti PAUD dengan anak- anak yang tidak mengikuti PAUD. Pada tahap ini dilakukan scoring, analisa data dengan menggunakan metode statistic t-test (uji-t) dengan taraf signifikansi 2.5 %. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0. Alasan peneliti menggunakan rumus ini adalah karena t-test atau uji t digunakan untuk mengamati perbedaan antara rata- rata dua sampel yang tidak berhubungan satu sama lain (independent sample t test). Uji t digunakan khusus untuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan rata- rata dari dua kelompok yang diamati (Sevilla, 1993: 241).

BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Gambaran  Umum Subjek Penelitian                        
Gambaran umum subjek penelitian ini berdasarkan usia, jenis kelamin, dan ikut atau tidaknya subjek dalam PAUD. Subjek dalam penelitian ini adalah 38 anak usia dini yang berada di Ciputat dan sekitarnya.
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Latar Belakang
Frekuensi
Persentase
Jenis kelamin
laki-laki
22
52,38%
Perempuan
20
47,61%
42
100%

Dalam penelitian ini subjek yang diambil berjumlah 42 orang, dengan jumlah masing- masing, 20 responden (52,38%) yang berjenis kelamin perempuan dan 20 responden (47,61%) yang berjenis kelamin laki-laki.

4.2.  Presentasi Data
4.2.1.   Uji Normalitas
Jika data yang dianalisis berkala interval pada umumnya mengikuti asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil suatu data tidak mengikuti asumsinormalitas. Untuk membuktikan sebaran data sudah bisa dikatakan normal atau mendekati normal, perlu dilakukan pengujian normalitas data (Singgih Santoso, 2008). Uji normalitas sampel atau menguji normal tidaknya sampel, tidak lain sebenarnya adalah mengadakan pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis (Suharumi,2005). Dengan demikian, uji normalitas data dan uji varians adalah hal yang lazim dilakukan sebelum sebuah metode statistik diterapkan.

Salah satu pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis adalah suatu cara untuk menguji suatu variabel secara signifikan berbeda dari yang diharapkan atau distribusi frekuensi teoritis. Sehingga hipotesis statistikya adalah distribusi frekuensi hasil pengamatan bersesuaian dengan distribusi frekuensi harapan (teoritis) (Sevilla,1993).  Adapun hipotesis yang diajukan adalah:
Ha          = Ada perbedaan yang signifikan antara anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD pada tingkat sosial emosional 
Ho          = Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak yang mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD pada tingkat sosial emosional 

Pengambilan sampel berdasarkan nilai probabiitas a= 0,05
Jika probabilitas  > 0,05, maka Ho diterima
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak
Dengan demikian, berdasarkan uji Saphiro Wilk diperoleh uji normalitas data statistic menggunakan SPSS 17.0  pada anak Paud dan Tidak Paud adalah 0,63. Maka hipotesis Ho diterima.

4.4.2  Hasil uji T
Ho diterima jika t hitrung < t table
Ha diterima jika t hitung > t table
Gambaran rata-rata anak-anak yang PAUD dan tidak mengikuti PAUD



Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1
NON PAUD
10.1429
21
2.81577
.61445
PAUD
11.5238
21
2.31558
.50530

Paired Samples Correlations


N
Correlation
Sig.
Pair 1
NON PAUD & PAUD
21
.226
.325

Coefisien’s


Paired Differences
t
df
Sig. (2-tailed)


Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference


Lower
Upper
Pair 1
NON PAUD - PAUD
-1.38095
3.21677
.70196
-2.84521
.08330
-1.967
20
.063


DESKRIPSI DATA
PAUD
Latar Belakang
Frekuensi
Persentase

laki-laki
7
33,33%
Perempuan
14
66,66%
21
100%
Dalam penelitian ini subjek yang mengikuti Paud diambil berjumlah 21 orang, dengan jumlah masing- masing, 7 responden (33,33%) yang yang berjenis kelamin laki-laki dan 14 responden (66,66%) yang berjenis kelamin perempuan.
TIDAK PAUD
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase
laki-laki
15
71,42%
Perempuan
6
28,57%
21
100%

Dalam penelitian ini subjek yang mengikuti Paud diambil berjumlah 21 orang, dengan jumlah masing- masing, 15 responden (71,42%) yang yang berjenis kelamin laki-laki dan 6 responden (28,57%) yang berjenis kelamin perempuan.

Frekuensi
Persentase
PAUD
21
50%
TIDAK PAUD
21
50%
42
100%


Dalam penelitian ini subjek yang diambil berjumlah 42 orang, dengan jumlah masing- masing, 21 responden (50%) yang mengikuti PAUD dan 21 responden (50%) yang tidak mengikuti PAUD.

BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang hasil penelitian serta saran teoritis untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa terdapat perbedaan perilaku sosial antara anak usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD.
Hipotesis nihil (Ho) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan prilaku sosial antara anak usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD.
Dengan demikian, dari hasil perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS versi 17.0 dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan perkembangan perilaku sosial antara anak usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD.

5.2 Diskusi
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan prilaku sosial antara anak usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD. Akan tetapi perbedaan rata-rata hasil scoring antara anak usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD lebih tinggi dibandingkan dengan kanak-kanak yang tidak mengikuti PAUD. Artinya beberapa individu dari kanak-kanak yang mengikuti PAUD memiliki perilaku sosial yang tinggi.

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.

Terdapat pula bentuk-bentuk tingkah laku sosial (Harlock) yaitu meniru, persaingan, kerjasama, simpati, membagi, negativisme, agresif, perilaku berkuasa, memikirkan diri sendiri, merusak dan pertentangan seks. Hal ini menjadi acuan penelitian kami dalam membuat item penelitian. Perkembangan perilaku social anak juga dapat dipengaruhi oleh keluarga, kematangan, status sosial ekonomi, pendidikan, dan kapasitas mental (emosi dan intelegensi). Perkembangan perilaku sosial dari hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh pendidikan dan kapasitas mental.

Dari penjelasan di atas, tidak ada perbedaan yang signifikan pada perilaku sosial antara anak usia kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD.

5.3 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, kami merasa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Namun hal tersebut merupakan pembelajaran berharga yang dapat diperoleh. Dan berdasarkan pengalaman tersebut, maka dapat diberikan saran sebagai berikut:
5.3.1. Saran Praktis
Kepada para orang tua agar dapat membimbing anak-anak mereka berperilaku sosial yang sesual dengan norma sejak dini, Kami juga menyarankan kepada para guru agar dapat mengarahkan dan mengembangkan perilaku sosial anak sehingga dapat melahirkan generasi yang berperilaku sosial positif.

Meski terdapat sedikit perbedaan dari hasil penelitian ini, yaitu antara kanak-kanak awal yang mengikuti PAUD lebih tinggi rata-ratanya  dalam perilaku sosial dibanding dengan kanak-kanak yang tidak mengikuti PAUD kami memberi saran agar anak-anak dapat mengikuti PAUD. Karena di PAUD perilaku sosial tersebut dapat dikembangkan dengan mengaitkan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, diharapkan agar melakukan penelitian selanjutnya yang mengaitkan perilaku sosial dengan variable lain.

5.3.2 Saran Teoritis
1.      Diharapkan bagi penelitian selanjutnya ada studi komperatif dengan melibatkan kanak-kanak awal yang lebih banyak sehingga hasil dari penelitian tidak hanya terpaku pada kelompok tempat saja.
2.      Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan yang membahas perilaku social berdasarkan hal lain sebagai variable yang akan diteliti. Seperti misalnya perilaku social dengan perkembangan moral anak. Perialku social dengan perkembangan kognitif, dll.
3.      Bagi peneliti lain disarankan untuk lbih cermat dalam pengumpulan data agar hanya tidak terbatas pada pengguanaan instrument saja tetapi juga observasi dan wawancara dari pihak terkait yang lebih mendalam, agar mendapatkan informasi yang lebih kompleks dan dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan penelitian.
4.      Dianjurkan untuk penelitian selanjutnya agar memilih teori dan variable yang spesifik untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran. Begitu juga penentuan populasi, diharapkan agar lebih cermat untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B, (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan: MacGraw-Hill, Inc
Hasan, Aliah B. Purwakania, (2006). Psikologi Perkembangan Islami: Menyikapi Rentang Prakelahiran Hingga Paska Kematian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Papalia, Diane E, et, al, (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan) edisi kesembilan, cetakan ke-1. The McGraw Hill Company



You Might Also Like

0 comments

Hallo.. a warm greetings from me ^O^
Kindly write your thoughts in the comment box. I’ll read every comments I get from you.

Do not forget to click button ‘Notify Me’ to get notification when I replied your comments.
Let’s spread love and positivity ♡♡♡

Regard, Ika :)

Instagram

Follow G+

close
Banner iklan disini