FALSIFIKASIONISME

09:32


Resume 


Pengertian

Falsifikasionisme berasal dari bahasa Inggris “falsificationism”. Falsificationisme adalah paham yang meyakini bahwa suatu teori harus ada peluang di dalam teori tersebut untuk dapat disalahkan. Karl Raymund Popper adalah orang yang mengembangkan paham falsificationisme ini. Menurut Popper, tujuan dari suatu penelitian ilmiah adalah untuk membuktikan kesalahan (falsify) hipotesis, bukan untuk membuktikan kebenarannya.
Popper menawarkan suatu metode alternatif untuk menjustifikasi suatu teori. Popper meyakini bahwa observasi selalu diawali oleh teori. Proses ilmu pengetahuan berawal dari observasi yang berhadapan dengan teori yang mapan atau prakonsepsi.
Teori yang ada dilakukan observasi atau eksperimen, dari hasil yang observasi atau eksperimen yang didapatkan ternyata teori tersebut gagal, sehingga harus diganti secara keseluruhannya dengan teori lain, tidak bisa hanya sebagian (ad hock).
Teori yang ada dilakukan observasi atau eksperimen, lalu berhasil, setelahnya dilakukan konfirmasi dan justifiabel, dan teori tersebut bertahan.

Hal-hal Logis Mendukung Falsifikasionisme

Menurut Falsifikasionisme, beberapa teori dapat ditunjukkan sebagai salah dengan meminta bantuan pada hasil observasi dan eksperimen.
Para falsifikasionis memiliki pandangan bahwa ilmu sebagai suatu perangkat coba-coba yang bertujuan menggambarkan perilaku suatu aspek dunia atau alam semesta secara akurat. Apabila ia akan menjadi bagian dari ilmu, maka suatu hipotesa harus justifiabel.
 Kaum falsifikasionis menuntut bahwa hipotesa-hipotesa ilmiah harus falsifiabel, karena hanya dengan mengenyampingkan segala perangkat keterangan-observasi logis, suatu hukum atau teori barulah informatif. Apabila suatu pernyataan tidak falsifiabel, maka dunia ini dapat memiliki apa pun, dapat bertindak bagaimana pun. Suatu hukum atau teori ilmiah harus secara ideal memberikan manusia informasi tentang bagaimana dunia ini bergerak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, dan mengenyampingkan pernyataan tentang berbagai kemungkinan dunia yang secara logis dapat bergerak menurut alur tertentu, padahal dalam kenyataannya tidak bisa.

Derajat Falsifiabilitas, Kejelasan dan Kecermatan
Suatu hukum atau teori ilmah yang baik adalah falsifiabel. Sehingga  timbul ungkapan bahwa makin falsifiabel suatu teori makin baiklah teori tersebut. Teori yang baik adalah teori yang mengemukakan klaim yang sangat luas jangkauannya tentang dunia, dan yang konsekuensinya paling tinggi falsifiabilitasnya dan dapat bertahan terhadap falsifikasi jika ia diuji.

Falsifikasionisme dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan

Suatu hal yang perlu dikemukakan mengenai klaim ”ilmu bertolak dengan problema-problema”. Konsepsi falsifikasionis yang melihat kemajuan ilmu sebagai perkembangan problema yang meningkat ke hipotesa spekulatif, lalu ke kritik dan akhirnya ke falsifikasi, dan dari situ meningkat ke problema baru lagi.

Falsifikasionisme Sophistikit, Ramalan Baru dan Pertumbuhan Sains

1. Derajat falsifiabilitas relatif ketimbang absolut
Pandangan kaum falsifikasionis yang sofistik tentang ilmu, dengan penekanan pada pertumbuhan ilmu, mengalihkan fokus perhatian mereka dari faedah suatu teori tunggal ke faedah yang relatif dari teori-teori yang bersaing.

2. Peningkatan Falsibilitas dan Modifikasi ad hoc
Tuntutan bahwa sebagai ilmu yang sedang berkembang maju, teori-teorinya harus makin falsifiabel, dan sebagai konsekuensinya harus mengandung makin banyak isi dan makin informatif sifatnya, mengenyampingkan modifikasi-modifikasi di dalam teori yang dirancang hanya untuk melindungi teori dari ancaman falsifikasi. Secara ideal, kaum falsifikasionis akan lebih suka kalau dapat mengatakan rangkaian teori yang membentuk evolusi historis suatu ilmu terdiri dari teori-teori falsifiabel, dan setiap teori dalam rangkaian itu lebih falsifiabel daripada pendahulunya.

Keterbatasan Falsifikasionisme

1. Ketergantungan Observasi pada Teori dan Falibilitas Falsifikasi

Kaum falsifikasionis naif bersikeras bahwa aktivitas ilmiah harus memikirkan usaha memfalsifikasi teori dengan cara mengukuhkan kebenaran semua keterangan-observasi yang tidak konsisten dengannya. Kaum falsifikasionis yang lebih sofistik menyadari ketidaklayakan itu, dan mengakui pentingnya peranan falsifikasi teori-teori spekulatif, begitu pun peranan falsifikasi teori-teori yang sudah mantap. Namun dalam satu hal kedua tipe falsifikasionis itu mempunyai kesamaan, bahwa ada perbedaan kualitatif yang penting antara status konfirmasi dan status falsifikasi.
Klaim-klaim falsifikasionis ditentang oleh fakta bahwa keterangan-observasi tergantung ada teori dan bisa salah atau falsifibel.
Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian, semua keterangan-observasi adalah falsifiabel. Sebagai konsekuensinya, apabila satu atau sejumlah keterangan universal membentuk suatu teori atau sebagaian dari suatu teori yang bertentangan dari keterangan-observasi maka boleh jadi keterangan-observasinya yang salah.
 Betapapun keterangan-observasi nampak terjamin kukuh, namun tidak cukup untuk membuka kemungkinan bagi kemajuan baru dalam teori. Konsekuensinya, falsifikasi-falsifikasi teori yang bersifat langsung dan konklusif tidak akan dapat dicapai.

2. Pembelaan Popper Yang Tidak Memadai

Popper menyoroti pentingnya perbedaan antara keterangan-observasi disatu pihak, dan pengalaman-pengalaman perseptual pribadi dari pengamatan individual di pihak lain. Suatu keterangan-observasi selalu harus dirumuskan dalam bahasa publik, dapat diuji dan terbuka untuk memodifikasi dan ditolak.
Menurut Popper akseptabilitas mereka diukur dengan kemampuannya untuk dapat tahan uji.

3. Kompleksitas Situasi Pengujian yang Realistis
“Semua angsa putih” sudah tentu akan difalsifikasi apabila pada suatu kesempatan dapat dibuktikan ada angsa bukan putih. Akan tetapi dibalik ilustrasi logika falsifikasi yang sederhana ini, bagi falsifikasionisme tersembunyi kesulitan serius yang ditimbulkan oleh kompleksnya situasi yang ditimbulkan oleh kompleksnya situasi pengujian dalam realitas.
Teori ilmiah yang realistis akan terdiri dari keterangan universal yang kompleks ketimbang suatu keterangan tunggal seperti, “semua angsa putih“. Selanjutnya apabila suatu teori akan diuji dengan eksperimen, maka akan banyak lagi melibatkan keterangan mengenai teori yang akan diuji itu. Teori membutuhkan tambahan asumsi pendukung, misalnya hukum-hukum dan teori-teori yang menguasai penggunaan alat-alat yang dipergunakan dalam ujian.  Sebagai tambahan, untuk mendeduksi suatu ramalan yang validitasnya harus diuji dengan eksperimen, dibutuhkan tambahan kondisi-kondisi awal seperti uraian tentang kerangka eksperimen yang akan dilaksanakan.
Premis yang menjadi dasar ramalan, akan meliputi juga: saling hubungan antara keterangan-keterangan yang membentuk teori yang sedang diuji itu, selanjutnya kondisi-kondisi awal seperti posisi-posisi sebelumnya dari planet-planet dan matahari, asumsi-asumsi pendukung seperti hal-hal yang memungkinkan pengkoreksian terhadap pembiasan cahaya dari planet di dalam atmosfir bumi tersebut, dsb.

4. Falsifikasionisme Tidak Sesuai dengan Sejarah
Suatu kenyataan sejarah yang mengganggu kaum falsifikasionisme ialah bahwa apabila metodologi mereka dipegang teguh oleh para ilmuwan, maka teori-teori sejarah yang dipegangi, tetapi sesungguhnya, realitas sejarah tidak sesederhana itu. Dinamika sejarah ditentukan oleh berbagai variabel yang saling terkait satu sama lain.

5. Revolusi Copernican
Di Eropa pada zaman pertengahan umumnya telah diterima secara umum bahwa bumi terletak di pusat alam semesta, kemudian planet-planet dan juga matahari beredar mengelilinginya. Pada dasawarsa awal abad ke-16, Copernicus menyatakan bahwa bumi bergerak, bertentangan dengan sistem astronomi Aristotelian dan Ptolomy. Menurut Copernicus, bumi bukan pusat alam semesta, melainkan bersama-sama dengan planet-planet lainnya mengorbit mengelilingi mengitari matahari. Ketika ide Copernicus dibenarkan, pandangan dunia penganut Aristoteles telah diganti oleh pandangan Newtonian. Pergeseran teori besar ini tidak memberikan dukungan pada metodologi yang dianjurkan kaum induktivis dan falsifikasionis, dan menunjukkan adanya suatu kebutuhan akan pandangan lain, yang lebih kompleks tentang ilmu dan pertumbuhannya.

You Might Also Like

6 comments

  1. makasssi kaka atas tulisannya!

    ReplyDelete
  2. Kak, mau tanya, referensinya ini dapet darimana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari buku yg dipinjemin dosen. Tapi aku lupa judul dan pengarangnya siapa. ~T_T~

      Delete
  3. Selama falsifikasi sejalan dengan proses revolusi pengetahuan maka teori tersebut selalu probable.

    Popper dengan falsifikasinya tidak mengatakan bahwa semua ilmu itu 'akan' salah.
    tetapi dengan lantang beliau mengatakan bahwa semua ilmu itu 'bisa' salah.

    dan memang begitu adanya, sejalan dengan teori Revolusi saintis Thomas Kuhn, atau teori Relatifitas Khusus Einstein dari segi fisisnya.

    Tegasnya beliau mengatakan bahwa dengan sistem induktifikasi, semua hal menjadi probable. Dan itu menjadi tugas Falsifikasi atau Metode Deduksifikasi untuk menguji setiap teori-teori yang kabur tersebut.

    Lebih ke arah positif, kita seharusnya mendukung sistem ini, demi kemurnian setiap disiplin ilmu dari inkonsistensi....wallahu a'lam

    ReplyDelete

Hallo.. a warm greetings from me ^O^
Kindly write your thoughts in the comment box. I’ll read every comments I get from you.

Do not forget to click button ‘Notify Me’ to get notification when I replied your comments.
Let’s spread love and positivity ♡♡♡

Regard, Ika :)

Instagram

Follow G+

close
Banner iklan disini